Kamis, September 11, 2008

TRUE LOVE

Seraut wajah 

Dibalik senyum manismu 

Bersinar bercahaya

Ketika kumencari

Arti cinta sebenarnya

Hanyalah kehampaan

Sedalam mana

Cintamu padaku

Kasih..

KISAH MILITAN SIGADIS PINGITAN


“ RA KARTINI “

Sigadis Pingitan 1

Anak ke 5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri ini sudah jago bahasa Belanda saat usia 12 tahun . sebelum dipingit ( pas usia 12 tahun ) RA Kartini ( Raden Ayu / Ajeng Kartini ) menimba ilmu di Europese Lagere School ( ELS ) yang dibuka khusus buat anak – anak keturunan Belanda dan anak bangsawan pribumi.

Setelah tamat dari ELS, Kartini meneruskan sekolahnya didalam rumah, karena kedua orang tuanya ( R.M.A.A Sosroningrat dan M.A Ngasirah ) memingitnya sebagaimana tradisi jawa pada waktu itu . Ia melawan keadaan itu dengan cara menulis surat dalam bahasa Belanda lalu mengirimkannya kepada sahabat – sahabatnya di Belanda. Keluarga Abendanon menjadi salah satu sahabat penanya. Kartini menuliskan pandangan – pandangannya mengenai dunia wanita dan pentingnya berbuat sesuatu untuk memajukan kaumnya . Ia pun terkenal dengan mottonya “ Aku Mau … “ .

Selain berkorespondensi , Kartini juga sering membaca koran De Locomotief asuhan Pieter Brooshoft yang terbit di Semarang , Leestrommel ( paket majalah yang diedarkan kepada pelanggan ), dan buku – buku karya Multatuli ( Max havelaar dan surat surat cinta ), Louis Coperus ( De Stille Kraacht ) , Van Eeden , Augusta de Witt , Geokoop de jong Van Beek ( roman – roman feminisme ) , dan Berta Von Suttner ( Die Waffen Nieder ) .
 
Kegigihannya untuk membela kaum wanita baru menemukan titik terang setelah ia dinikahkan dengan Bupati Rembang , Raden Adipati Joyodiningrat , yang sudah memiliki 3 istri . 

Raden Adipati mendukung Kartini untuk mendirikan sekolah wanita disebelah timur pintu gerbang kompleks Kantor Kabupaten Rembang , atau disebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka . 

Setelah melahirkan RM Soelalit , anak pertama dan terakhirnya , RA Kartini wafat pada usia 25 tahun .

Cita – citanya dilanjutkan oleh Yayasan Kartini yang pada tahun 1912 mendirikan sekolah Kartini di Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Cirebon, Madiun dan daerah lainnya . Yayasan Kartini didirikan oleh keluarga Van de Venter , seorang tokoh Politik Etis .


“ DEWI SARTIKA “
Sigadis Pingitan 2

“ Nya atuh , Uwi , ari Uwi panting jeung keukeuh haying mah , mugi – mugi bae dimakbul ku Alloh nu ngawasa sakuliah alam “ 

Kata – kata Bupati Bandung R.A Martanegara itu sungguh menggembirakan Uwi ( panggilan masa kecil dewi sartika ) , selama menjalani masa pingitannya , sekitar tahun 1902 , Uwi memang tak menghabiskannya dengan melamun sambil menyelsali nasib. Diam –diam ia melakukan perlawanan dengan cara mendirikan “ Sekolah Pingitan “ disebuah ruangan kecil dibelakang rumahnya yang luas . Ia mengajar saudara – saudara perempuannya dengan pelajaran merenda, memasak, menjahit, menulis, membaca, dll .

Putri pasangan dari Raden Rangga Somanegara , yang dibuang ke Ternate karena menentang kebijakan kolonial Belanda , dan Raden Ayu Raja Permas itu sudah mantap untuk memajukan kaum perembpuan disekitar rumahnya dengan mendirikan “ Sekolah Istri “ dengan tenaga pengajarnya 3 orang yaitu , Dewi Sartika dan dibantu oleh 2 saudara misannya Nyonya Purwa dan Nyi Oewid . 

Untuk sementara tempat belajar meminjam ruangan di Paseban Barat dihalaman depan rumah Bupati Bandung . Jumlah murid yang terdaftar di sekolah ini mencapai 60 orang dan terus bertambah hingga pada tahun 1905 gedungnya dipindahkan ke Jalan Ciguriang – kebon Cau , Hebatnya , Uwi mengeluarkan biaya sendiri untuk mengurus sekolahnya itu .

Uwi menikah dengan Raden Kanduruan Agah Suriawinata pada tahun 1906 . Sang suami mendukung penuh usaha Uwi untuk memajukan sekolahnya .

Pada tahun 1910 , Uwi mengubah “ Sekolah Istri “ menjadi “ Sakola Kautamaan Istri “ , dengan jangkauan yang lebih luas , muridnya banyak sekali yang berasal dari luar Jawa Barat . 


“ NYI WALIDAH “ ( Nyai Ahmad Dahlan )
Sigadis Pingitan 3

Gadis ini bernama Siti Walidah , tetapi orang mengenalnya dengan nama Nyai Ahmad Dahlan , karena kemudian gadis itu menikah dengan Kiyai Haji Ahmad Dahlan , pendiri Muhammadiyyah .

Sebagai gadis pingitan , Siti Walidah tidak mengenyam pendidikan formal , meskipun ayahnya seorang pejabat Penghulu Keraton Dalem Ngayogyokarto Hadiningrat , Siti Walidah harus puas hanya dengan belajar mengaji dirumah , sebagaimana penduduk kampung kauman , Siti Walidah juga belajar membaca Qur`an dan kitab – kitab agama yang berbahasa Arab Jawa ( pegon ) .

Hebatnya , biarpun cuma sekolah gaya pingitan , Siti Walidah punya pandangan yang luas , apalagi kemudian ia dijodohkan dengan Kiyai Haji Ahmad Dahlan .

Ia berkenalan dengan tokoh – tokoh Nasional teman Kiyai Dahlan seperti bung Tomo , KH.Mas Mansyur , Bung Karno , dan tokoh – tokoh Muhammadiyyah .

Pada tahun 1914 , Siti Walidah merintis “ Sopo Tresno “ ( siapa pecinta ) , sebuah gerakan pengajian perempuan . Di forum ini , Siti Walidah mengisi secara bergantian dengan suaminya , memberikan pendidikan tentang hak dan kewajiban kaum perempuan dalam Islam . 

Dalam sebuah pertemuan dirumah Siti Walidah yang dihadiri oleh para pengurus Muhammadiyyah , disepakati pemikiran untuk mengubah “ Sopo Tresno “ menjadi “ Organisasi Wanita Islam “ yang mapan . Maka atas usulan KH.Fakhruddin , terpilihlah nama “ Aisyiyah “ yang diresmikan pada tanggal 22 April 1917 . Pada tahun 1922 , “ Aisyiyah “ resmi menjadi bagian dari Muhammadiyyah .

Saat kongres muhammadiyyah ke 15 di Surabaya pada tahun 1926 , Siti Walidah membuat sejarah , ia menjadi wanita pertama yang memimpin kongres didepan puluhan kaum lelaki dari berbagai daerah dan utusan Pemerintah . Koran Pewarta Soerabaja dan Sin Tit Po menulis besar – besar berita tentang tampilnya Siti Walidah di forum Kongres tersebut .


“ ROEHANA KOEDDOES “
Sigadis Pingitan 4


Ia saudara tiri Soetan Sjahrir dan masih berhubungan saudara dengan H.Agus Salim . tapi , sebagai urang awak , Roehana Koeddoes dibesarkan dalam kondisi yang tidak menguntungkan kaum perempuan , pendidikan lebih diutamakan untuk kaum laki – laki , sementara kaum perempuannya cukup mengurus rumah saja . Syukurlah , ayah Roehana seorang Jaksa yang menentang nilai – nilai adat yang tidak menguntungkan itu . Karena tidak ada sekolah formal untuk perempuan , ayah Roehana mengajarkan anaknya baca tulis Latin dan Arab , Roehana juga belajar Bahasa Melayu dan Belanda secara Otodidak di rumahnya , Ayahnya melanggankan Roehana majalah langsung dari Singapura .

Pada usia 17 tahun , Roehana mulai melakukan perlawanan dengan cara mengajak anak –anak tetangganya di Kotogadang untuk belajar membaca dan menulis , meski awalnya sangat sulit usaha Roehana membuahkan hasil dengan makin banyaknya anak – anak yang bergabung untuk belajar .

Ketika menikah dengan Abdul Koeddoes , seorang penulis dan aktivis anti colonial , Roehana mendapat energi baru , suaminya sangat mendukung upaya dari Roehana . Setelah melalui perdebatan sengit dengan para tetua perempuan , pada tahun 1892 Roehana mendirikan Lembaga Pendidikan untuk perempuan Amai Setia . 

Sembilas belas tahun kemudian ( 1911 ) Roehana mendirikan Keterampilan Amai Setia ( KAS ) yang mengkhususkan pembinaan keterampilan tangan untuk kaum perempuan . Pada tahun 1915 lembaga ini mendapat pengakuan dari Pemerintah Kolonial Belanda .

Tidak puas dengan KAS , pada tahun 1912 Roehana menerbitkan surat kabar pertama di Indonesia khusus untuk wanita , Soenting melajoe , surat kabar ini tutup pada tahun 1921 , tetapi Roehana tetap menulis hingga tutup usia pada tahun 1972 di Jakarta . Roehana terus melakukan lompatan besar dalam sejarah bangsa kita dengan mendirikan “ Roehana School “ pada tahun 1917 di Bukittinggi , berbeda dengan Amai Setia , “ Roehana School “ juga membuka kelas untuk anak laki – laki .

Selain nama – nama tersebut diatas , kita masih mempunyai gadis – gadis yang hidup dizaman pingitan yang melawan dengan semangat militant , mereka adalah Rahmah El Yunusiyah yang mendirikan Sekolah Diniyah Putri ( salah satu lulusan DP adalah Datin Sakinah Juned , istri Datuk Asri Muda , seorang Pimpinan Partai Al – Islam se Malaysia dan Hizbul Muslimin ) , Rasuna Said yang menjadi Politisi dan menerbitkan majalah “ Menara Puteri “ ( 1937 ) , Siti Manggopoh yang memimpin perang Belasting melawan Belanda di Sumatera Barat , SK Trimurti yang menjadi Menteri Perburuhan Pertama di Indonesia .

( Annida_8/XVI ) 

Kisah Militan Sigadis Pingitan


Oh, KARTINI-KARTINI INDONESIA...

WAKE UP GIRLS, jangan biarkan dirimu terhanyut kedalam gemerlapnya dunia yang fana ini..persiapkan dirimu untuk membangun bangsa ini, jangan biarkan pengorbanan RA KARTINI, DEWI SARTIKA dan KARTINI-KARTINI lain yang telah berjuang untuk membangun bangsa ini, kita harus belajar dari mereka, sungguh.. segala perjuangan mereka sangat berat_bayangkan...jika tidak ada mereka...kira-kira apa yang terjadi di Indonesia ??? 

Celoteh Blog Pertama

Terus terang saja waktu pertama kali KULIAH D3 TKJ gak kepikiran lho suruh bikin Desain WEB, tapi...ternyata bikin WEB itu asyik juga dan bisa nambah ilmu, jadi...terasa sekali manfaatnya_thank`s